Kota Surakarta

Surakarta, juga disebut Solo atau Sala, adalah kota yang terletak di provinsi Jawa Tengah, Indonesia yang berpenduduk 503.421 jiwa (2010) dan kepadatan penduduk 13.636/km2. Kota dengan luas 44 km2 ini berbatasan dengan Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten Boyolali di sebelah utara, Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten Sukoharjo di sebelah timur dan barat, dan Kabupaten Sukoharjo di sebelah selatan.. Sisi timur kota ini dilewati sungai yang terabadikan dalam salah satu lagu keroncong, Bengawan Solo. Bersama dengan Yogyakarta, Solo merupakan pewaris Kerajaan Mataram yang dipecah pada tahun 1755.

Nama

Nama Surakarta digunakan dalam konteks formal, sedangkan nama Solo untuk konteks informal. Akhiran -karta merujuk pada kota, dan kota Surakarta masih memiliki hubungan sejarah yang erat dengan Kartasura. Nama Solo berasal dari nama desa Sala. Ketika Indonesia masih menganut Ejaan Repoeblik, nama kota ini juga ditulis Soerakarta.
Nama "Surakarta" diberikan sebagai nama "wisuda" bagi pusat pemerintahan baru ini. Namun, sejumlah catatan lama menyebut bentuk antara "Salakarta"

Sejarah

Eksistensi kota ini dimulai di saat Kesultanan Mataram memindahkan kedudukan raja dari Kartasura ke Desa Sala, di tepi Bengawan Solo. Secara resmi, keraton mulai ditempati tanggal 17 Februari 1745. Akibat perpecahan wilayah kerajaan, di Solo berdiri dua keraton: Kasunanan Surakarta dan Praja Mangkunegaran, menjadikan kota Solo sebagai kota dengan dua administrasi. Kekuasaan politik kedua kerajaan ini dilikuidasi setelah berdirinya Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945. Selama 10 bulan, Solo berstatus sebagai daerah setingkat provinsi, yang dikenal sebagai Daerah Istimewa Surakarta. Selanjutnya, karena berkembang gerakan antimonarki di Surakarta serta kerusuhan, penculikan, dan pembunuhan pejabat-pejabat DIS, maka pada tanggal 16 Juni 1945 pemerintah RI membubarkan DIS dan menghilangkan kekuasaan raja-raja Kasunanan dan Mangkunagaran. Status Susuhunan Surakarta dan Adipati Mangkunegara menjadi rakyat biasa di masyarakat dan Keraton diubah menjadi pusat pengembangan seni dan budaya Jawa. Kemudian Solo ditetapkan menjadi tempat kedudukan dari residen, yang membawahi Karesidenan Surakarta (Residentie Soerakarta) dengan luas daerah 5.677 km². Tanggal 16 Juni diperingati sebagai hari jadi Kota Solo era modern.
Setelah Karesidenan Surakarta dihapuskan pada tanggal 4 Juli 1950, Surakarta menjadi kota di bawah administrasi Provinsi Jawa Tengah. Semenjak berlakunya UU Pemerintahan Daerah yang memberikan banyak hak otonomi bagi pemerintahan daerah, Surakarta menjadi daerah berstatus kota otonom.

Geografi dan administrasi

Hidrogeologi

Surakarta terletak di dataran rendah di ketinggian 105 m dpl dan di pusat kota 95 m dpl, dengan luas 44,1 km2 (0,14 % luas Jawa Tengah). Surakarta berada sekitar 65 km timur laut Yogyakarta dan 100 km tenggara Semarang serta dikelilingi oleh Gunung Merbabu dan Merapi (tinggi 3115m) di bagian barat, dan Gunung Lawu (tinggi 2806m) di bagian timur. Agak jauh di selatan terbentang Pegunungan Sewu. Tanah di sekitar kota ini subur karena dikelilingi oleh Bengawan Solo, sungai terpanjang di Jawa, dengan beberapa anak sungainya. Mata air bersumber dari lereng gunung Merapi, yang keseluruhannya berjumlah 19 lokasi, dengan kapasitas 3.404 l/detik. Ketinggian rata-rata mata air adalah 800-1.200 m dpl. Pada tahun 1890 – 1827 hanya ada 12 sumur di Surakarta. Saat ini pengambilan air bawah tanah berkisar sekitar 45 l/detik yang berlokasi di 23 titik. Pengambilan air tanah dilakukan oleh industri dan masyarakat, umumnya ilegal dan tidak terkontrol.
Sampai dengan Maret 2006, PDAM Surakarta memiliki kapasitas produksi sebesar 865,02 liter/detik. Air baku berasal dari sumber mata air Cokrotulung, Klaten (387 liter/detik) yang terletak 27 km dari kota Solo dengan elevasi 210,5 di atas permukaan laut dan yang berasal dari 26 buah sumur dalam, antara lain di Banjarsari, dengan total kapasitas 478,02 liter/detik. Selain itu total kapasitas resevoir adalah sebesar 9.140 m3.Dengan kapasitas yang ada, PDAM Surakarta mampu melayani 55,22% masyarakat Surakarta termasuk kawasan hinterland dengan pemakaian rata-rata 22,42 m3/bulan.
Tanah di Solo bersifat pasiran dengan komposisi mineral muda yang tinggi sebagai akibat aktivitas vulkanik Merapi dan Lawu. Komposisi ini, ditambah dengan ketersediaan air yang cukup melimpah, menyebabkan dataran rendah ini sangat baik untuk budidaya tanaman pangan, sayuran, dan industri, seperti tembakau dan tebu. Namun demikian, sejak 20 tahun terakhir industri manufaktur dan pariwisata berkembang pesat sehingga banyak terjadi perubahan peruntukan lahan untuk kegiatan industri dan perumahan penduduk.

Iklim dan topografi

Menurut klasifikasi iklim Koppen, Surakarta memiliki iklim muson tropis. Sama seperti kota-kota lain di Indonesia, musim hujan di Solo dimulai bulan Oktober hingga Maret, dan musim kemarau bulan April hingga September. Rata-rata curah hujan di Solo adalah 2.200 mm, dan bulan paling tinggi curah hujannya adalah Desember, Januari, dan Februari. Suhu udara relatif konsisten sepanjang tahun, dengan suhu rata-rata 30 derajat Celsius. Suhu udara tertinggi adalah 32,5 derajat Celsius, sedangkan terenda adalah 21,0 derajat Celsius. Solo terbagi dalam lima wilayah Kecamatan. Rata-rata tekanan udara adalah 1010,9 MBS dengan kelembaban udara 75%. Kecepatan angin 4 Knot dengan arah angin 240 derajat.
Data iklim untuk Surakarta
Bulan Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Tahun
Rata-rata tertinggi °C (°F) 28.9
(84)
28.9
(84)
29.4
(85)
30.6
(87)
30
(86)
30
(86)
29.4
(85)
30
(86)
30.6
(87)
31.1
(88)
30
(86)
29.4
(85)
30
(86)
Rata-rata terendah °C (°F) 22.2
(72)
22.2
(72)
22.2
(72)
22.2
(72)
22.2
(72)
21.1
(70)
20.6
(69)
20.6
(69)
21.7
(71)
22.2
(72)
22.2
(72)
22.2
(72)
21,7
(71)
Presipitasi mm (inches) 350
(13.78)
330
(12.99)
210
(8.27)
210
(8.27)
120
(4.72)
80
(3.15)
40
(1.57)
20
(0.79)
30
(1.18)
90
(3.54)
220
(8.66)
340
(13.39)
2.180
(85,83)
Sumber: http://www.weatherbase.com/weather/weather.php3?s=54869&refer==&units=metric

Batas-batas administrasi

Kota Surakarta terletak di antara 110 45` 15" - 110 45` 35" Bujur Timur dan 70` 36" - 70` 56" Lintang Selatan dan berbatasan dengan Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten Boyolali di sebelah utara, Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten Sukoharjo di sebelah timur dan barat, dan Kabupaten Sukoharjo di sebelah selatan. Di masing-masing batas kota terdapat gapura keraton yang didirikan sekitar tahun 1931 – 1932 pada masa pemerintahan Pakubuwono X di Kasunanan Surakarta. Gapura Kraton didirikan sebagai pembatas sekaligus pintu gerbang masuk ibu kota Kerajaan Kasunanan (Kota Solo) dengan wilayah sekitar. Gapura Kraton tidak hanya didirikan di jalan penghubung, namun juga didirikan di pinggir sungai Bengawan Solo yang pada waktu itu menjadi dermaga dan tempat penyeberangan (di Mojo / Silir).
Ukuran Gapura Kraton terdiri dari dua ukuran yaitu berukuran besar dan kecil. Gapura Kraton ukuran besar didirikan di jalan besar. Gapura Kraton ukuran besar bisa dilihat di Grogol (selatan), Kerten, dan Jurug (timur). Sedangkan Gapura Kraton ukuran kecil bisa dilihat di daerah RS Kandang Sapi (utara), jalan arah Baki di Solo Baru (selatan), Makamhaji (barat), dan di Mojo / Silir. Gapura Kraton besar juga memiliki prasasti pendiri dan waktu pendirian gapura.

Pembagian administratif

Kota Surakarta dan kabupaten-kabupaten di sekelilingnya, Karanganyar, Sukowati, Wonogiri, Sukoharjo, Klaten, Boyolali, secara kolektif masih sering disebut sebagai eks-Karesidenan Surakarta. Surakarta dibagi menjadi 5 kecamatan yang masing-masing dipimpin oleh seorang camat dan 51 kelurahan yang masing-masing dipimpin oleh seorang lurah. Kelima kecamatan di Surakarta adalah:
  • Kecamatan Pasar Kliwon (57110): 9 kelurahan
  • Kecamatan Jebres (57120): 11 kelurahan
  • Kecamatan Banjarsari (57130): 13 kelurahan
  • Kecamatan Lawiyan (disebut juga Laweyan, 57140): 11 keluarhan
  • Kecamatan Serengan (57150): 7 kelurahan

Kota satelit

Surakarta dan kota-kota satelitnya (Kartasura, Solo Baru, Palur, Colomadu, Baki, Ngemplak) adalah kawasan yang saling berintegrasi satu sama lain. Kawasan Solo Raya ini unik karena dengan luas kota Surakarta sendiri yang hanya 44 km persegi dan dikelilingi kota-kota penyangganya yang masing-masing luasnya kurang lebih setengah dari luas kota Surakarta dan berbatasan langsung membentuk satu kesatuan kawasan kota besar yang terpusat.
Solo Baru (Soba) merupakan kawasan yang dimekarkan dari kota Solo.[rujukan?] Solo baru selain sebagai salah satu kota satelit dari Kota Surakarta juga merupakan kawasan pemukiman bagi para pekerja atau pelaku kegiatan ekonomi di kawasan Kota Surakarta. Di Solo Baru banyak terdapat perumahan sedang dan mewah, maka dari itu Solo Baru juga merupakan kawasan pemukiman elit. Di Solo Baru juga terdapat pasar swalayan Carrefour. Pandawa waterboom yang merupakan waterboom terbesar di Jawa Tengah dan Yogyakarta terdapat di kawasan ini. Meskipun termasuk dalam wilayah Kabupaten Sukoharjo tetapi secara ekonomi dan politis Solo Baru lebih dekat ke Kota Surakarta, karena letak wilayah kotanya yang langsung berbatasan dengan Kota Surakarta, bahkan pernah ada wacana tentang penggabungan wilayah wilayah kota satelit di sekitar Surakarta termasuk Solo Baru untuk dimasukkan ke dalam wilayahnya. Luas wilayah Kota Surakarta beserta wilayah-wilayah kota penyangganya saat ini sekitar 150 km² dengan jumlah penduduknya sekitar 1 juta jiwa.

Pemerintahan

Surakarta terletak di provinsi Jawa Tengah. Sebelum bergabung dengan Indonesia, Surakarta diperintah oleh sultan. Semasa dikuasai oleh Belanda, Surakarta dikenal sebagai sebuah Vorstenland atau kepangeranan. Penguasa keraton Surakarta saat ini bergelar Pakubuwono XIII, yang saat ini masih diperebutkan antara Pangeran Tedjowulan dan Pangeran Hangabehi. Selain keraton Surakarta, terdapat pula keraton Mangkunegaran yang diperintah oleh Mangkunegara IX. Kedua raja ini tidak memiliki kekuasaan politik di Surakarta.
Tanggal 16 Juni merupakan hari jadi Pemerintahan Kota Surakarta. Secara de facto tanggal 16 Juni 1946 terbentuk Pemerintah Daerah Kota Surakarta yang berhak mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri, sekaligus menghapus kekuasaan Kerajaan Kasunanan dan Mangkunegaran.
Secara yuridis Kota Surakarta terbentuk berdasarkan Penetapan Pemerintah tahun 1946 Nomor 16/SD, yang diumumkan pada tanggal 15 Juli. Dengan berbagai pertimbangan faktor-faktor historis sebelumnya, tanggal 16 Juni 1946 ditetapkan sebagai hari jadi Pemerintah Kota Surakarta.

Wali kota

Wali kota Surakarta saat ini adalah Ir. Joko Widodo, sedangkan wakilnya adalah F.X. Hadi Rudyatmo. Pasangan wali kota dan wakil wali kota ini, yang sering disebut sebagai Jokowi-Rudy, pertama kali terpilih sebagai walikota Solo untuk masa bakti 2005-2010. Kemudian pasangan dari PDI-P ini terpilih lagi untuk masa bakti kedua dengan perolehan suara lebih dari 90% untuk masa jabatan 2010-2015[8].
Di bawah kepemimpinan Jokowi dan Rudy, Solo mengalami perubahan yang pesat. Para pedagang barang bekas di Taman Banjarsari dapat direlokasi hampir tanpa gejolak untuk merevitalisasi fungsi lahan hijau terbuka. Investor diberi syarat untuk mau memikirkan kepentingan publik. Komunikasi langsung rutin dan terbuka (disiarkan oleh televisi lokal) diadakan secara rutin dengan masyarakat. Taman Balekambang, yang terlantar semenjak ditinggalkan oleh pengelolanya, dijadikannya taman. Sebagai tindak lanjut branding, Jokowi mengajukan Surakarta untuk menjadi anggota Organisasi Kota-kota Warisan Dunia dan diterima pada tahun 2006. Langkahnya berlanjut dengan keberhasilan Surakarta menjadi tuan rumah konferensi organisasi tersebut pada bulan Oktober 2008 ini.
Oleh Majalah Tempo, Joko Widodo terpilih menjadi salah satu dari "10 Tokoh 2008"

Julukan dan semboyan

Surakarta memiliki semboyan "Berseri", akronim dari "Bersih, Sehat, Rapi, dan Indah", sebagai slogan pemeliharaan keindahan kota. Untuk kepentingan pemasaran pariwisata, Solo mengambil slogan pariwisata Solo, The Spirit of Java (Jiwanya Jawa) sebagai upaya pencitraan kota Solo sebagai pusat kebudayaan Jawa. Selain itu Kota Solo juga memiliki beberapa julukan, antara lain Kota Batik, Kota Budaya, Kota Liwet. Penduduk Solo disebut sebagai wong Solo, dan istilah putri Solo juga banyak digunakan untuk menyebut wanita yang memiliki karakteristik mirip wanita dari Solo.

Kependudukan

Salah satu sensus paling awal yang dilakukan di wilayah Karesidenan Surakarta (Residentie Soerakarta) pada tahun 1885 mencatat terdapat 1.053.985 penduduk, termasuk 2.694 orang Eropa dan 7.543 orang Tionghoa. Wilayah seluas 5.677 km² tersebut memiliki kepadatan 186 penduduk/km². Ibukota karesidenan tersebut sendiri pada tahun 1880 memiliki 124.041 penduduk.
Jumlah penduduk kota Surakarta pada tahun 2010 adalah 503.421 jiwa, terdiri dari 270.721 laki-laki dan 281.821 wanita, yang tersebar di lima kecamatan yang meliputi 51 kelurahan dengan daerah seluas 44,1 km2. Perbandingan kelaminnya 96,06% yang berarti setiap 100 orang wanita terdapat 96 orang laki-laki. Angka ketergantungan penduduknya sebesar 66%. Catatan dari tahun 1880 memberikan cacah penduduk 124.041 jiwa. Pertumbuhan penduduk dalam kurung 10 tahun terakhir berkisar 0,565 % per tahun. Tingkat kepadatan penduduk di Surakarta adalah 11.370 jiwa/km2, yang merupakan kepadatan tertinggi di Jawa Tengah (kepadatan Jawa Tengah hanya 992 jiwa/km2).
Jika dibandingkan dengan kota lain di Indonesia, kota Surakarta merupakan kota terpadat di Jawa Tengah dan ke-8 terpadat di Indonesia, dengan luas wilayah ke-13 terkecil, dan populasi terbanyak ke-22 dari 93 kota otonom dan 5 kota administratif di Indonesia.
Daftar kecamatan di Surakarta
No.↓ Peta↓ Nama kecamatan↓ Kode Pos↓ Luas↓ % luas↓ Penduduk↓ % penduduk↓ Kepadatan↓ Laju pertumbuhan↓
1 Lokasi-Surakarta-Banjarsari.png Banjarsari 57130 14,81 33,63% 157.438 31,45% 10.630/km2 0,25
2 Lokasi-Surakarta-Jebres.png Jebres 57120 12,58 28,57% 138.624 27,69% 11.019/km2 0,88
3 Lokasi-Surakarta-Lawiyan.png Laweyan 57140 8,64 19,62% 86.315 17,24% 10.002/km2 -0,21
4 Lokasi-Surakarta-PasarKliwon.png Pasar Kliwon 57110 4,82 10,95% 74.145 14,80% 15.383/km2 -0,07
5 Lokasi-Surakarta-Serengan.png Serengan 57150 3,19 7,24% 44.120 8,81% 13.830/km2 -0,59
  • Berdasarkan sensus 2010
Kecamatan terpadat di Solo adalah Pasar Kliwon, yang luasnya hanya sepersepuluh luas keseluruhan Solo, sedangkan Laweyan merupakan kecamatan dengan kepadatan terendah. Laju pertumbuhan penduduk Solo selama 2000-2010 adalah 0,25%, jauh di bawah laju pertumbuhan penduduk Jawa Tengah sebesar 0,46%.
Jika wilayah penyangga Surakarta juga digabungkan secara keseluruhan (Solo Raya: Surakarta, Kartasura, Colomadu, Baki, Grogol, Palur), maka luasnya adalah 130 km². Penduduknya lebih dari 800.000 jiwa.[rujukan?]

Pendidikan

Menurut Data Pokok Pendidikan (Dapodik) pada tahun ajaran 2010/2011 terdapat 68.153 siswa dan 853 sekolah di Surakarta.Di Solo terdapat dua universitas negeri, yaitu Universitas Sebelas Maret (UNS) dan Institut Seni Indonesia Surakarta (ISI). Selain itu terdapat 52 universitas swasta lainnya

Perekonomian dan perdagangan

Industri batik menjadi salah satu industri khas Solo. Sentra kerajinan batik dan perdagangan batik antara lain di Laweyan dan Kauman. Pasar Klewer serta beberapa pasar batik tradisional lain menjadi salah satu pusat perdagangan batik di Indonesia. Perdagangan di Solo berada di bawah naungan Dinas Industri dan Perdagangan
Selain Pasar Klewer, Solo juga memiliki banyak pasar tradisional, di antaranya Pasar Gedhe (Pasar Besar), Pasar Legi, dan Pasar Kembang. Pasar-pasar tradisional yang lain menggunakan nama-nama dalam bahasa Jawa, antara lain nama pasaran (hari) dalam bahasa Jawa: Pasar Pon, Pasar Legi, sementara Pasar Kliwon saat ini menjadi nama kecamatan dan nama pasarnya sendiri berubah menjadi Pasar Sangkrah. Selain itu ada pula pasar barang antik yang menjadi tujuan wisata, yaitu Pasar Triwindu (setiap Sabtu malam diubah menjadi Pasar Ngarsopuro) serta Pasar Keris dan Cenderamata Alun-Alun Utara Keraton Solo.
Pusat bisnis kota Solo terletak di sepanjang jalan Slamet Riyadi. Beberapa bank, hotel, pusat perbelanjaan, restoran internasional, hingga tujuan wisata dan hiburan terletak di sepanjang jalan protokol ini. Pada hari minggu pagi, jalanan Slamet Riyadi khusus ditutup untuk kendaraan bermotor (Solo Car Free Day) sebagai bagian dari tekad pemda untuk mengurangi polusi. Beberapa mal modern di Solo antara lain Solo Square, Solo Grand Mall (SGM), Solo Paragon, Solo Center Point (SCP), Singosaren Plaza, Megaland Solo, Luwes.
Solo memiliki beberapa pabrik yang mempekerjakan karyawan dalam jumlah yang besar antara lain Sritex dan Konimex. Selain itu masih ada banyak pabrik-pabrik lain di zona industri Palur. Industri batik juga menjadi salah satu industri khas Solo.

Keberagaman

Bangunan ibadah bersejarah di Surakarta beragam, yang mencerminkan keberagaman kepercayaan yang dianut oleh masyarakat Solo, mulai dari masjid terbesar dan paling sakral yang terletak di bagian barat kota Surakarta, yaitu Masjid Agung Surakarta yang dibangun sekitar tahun 1727 atas prakarsa dari Paku Buwono X, Masjid Mangkunegaran, masjid tertua di Solo, Masjid Laweyan, Gereja St. Petrus di Jl. Slamet Riyadi, Gereja St. Antonius Purbayan, hingga Tempat Ibadah Tri Dharma Tien Kok Sie, Vihara Am Po Kian, dan Sahasra Adhi Pura
Selain dihuni oleh suku Jawa, ada banyak pula penduduk beretnis Tionghoa, dan Arab yang tinggal di Surakarta. Walaupun tidak ada data pasti berapa jumlah masing-masing kepercayaan maupun etnis penduduk dalam sensus terakhir (2010), namun mereka banyak membaur di tengah-tengah warga Solo pada umumnya.
Perkampungan Arab menempati tiga wilayah kelurahan, yaitu Kelurahan Pasar Kliwon, Semanggi dan Kedung Lumbu di Kecamatan Pasar Kliwon Penempatan kampung Arab secara berkelompok tersebut sudah diatur sejak jaman dulu untuk mempermudah pengurusan bagi etnis asing di Surakarta dan demi terwujudnya ketertiban dan keamanan. Etnis Arab mulai datang di Pasar Kliwon diperkirakan sejak abad ke-19. Terbentuknya perkampungan di Pasar Kliwon, selain disebabkan oleh adanya politik pemukiman di masa kerajaan, juga tidak terlepas dari kebijakan pemerintah kolonial. Warto dalam penelitiannya menyebutkan pada tahun 1984, jumlah keturunan Arab adalah 1.877 jiwa, sementara jumlah keturunan Cina adalah 103 jiwa. Berdasarkan data monografi kelurahan Pasar Kliwon tahun 2005, menyebutkan bahwa jumlah keturunan Arab adalah 1.775 jiwa, sedangkan keturunan Cina adalah 135 jiwa. Dari data tersebut dapat dilihat adanya penurunan jumlah penduduk keturunan Arab di Pasar Kliwon. Hal ini disebabkan karena lahan di kelurahan Pasar Kliwon semakin sempit sehingga terjadi perpindahan di daerah lain.
Sementara itu perkampungan Tionghoa banyak terfokus di wilayah Balong, Coyudan, dan Keprabon. Hal ini dapat dilihat dengan adanya bangunan-bangunan kelenteng dan tempat ibadah, seperti Kelenteng Tien Kok Sie

0 Response to "Kota Surakarta"

Posting Komentar

Untuk AYOSEKOLAH.COM